Selasa, 05 Mei 2015

SHARING

Dedikasiku dalam Dunia Pendidikan Inklusif
Oleh: Dra. Siti Nur Hasanah

Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua siswa termasuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai kebutuhan individu tanpa diskriminasi.
Dalam program pendidikan Inklusif, diharapkan siswa ABK semakin percaya diri dalam menyongsong pendidikan dan kehidupan mereka di masa depan melalui pendidikan Inklusif.
Penyelenggaraan pendidikan Inklusif ini, telah dilandasi oleh payung hukum. Di antaranya: UUD 1945 (pasal 31), Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 (pasal 5), Kesepakatan Unesco di Salamanca tahun 1994, dan Deklarasi Bandung tahun 2004.

Sejak aku berkecimpung di dunia pendidikan Inklusif tiga tahun yang lalu, aku menjadi orang yang semakin pandai bersyukur, sabar, dan melakukan segalanya dengan HATI. Betapa tidak, melihat siswa/i ABK-ku yang beragam kekurangan/kelebihan dan kondisinya, membuat aku semakin ingin berbuat sesuatu untuk mereka. Meskipun aku sama sekali tidak memiliki latar belakang PLB. Tidak peduli tantangan dan rintangan yang terus menghadang langkahku karena tidak semua guru memiliki persepsi dan pemikiran yang yang sama terhadap penyelenggaraan pendidikan Inklusif yang tengah kami emban.

Hampir setiap hari aku menemui kenyataan-kenyataan pahit yang harus aku terima dari teman-teman sejawat yang berkenaan dengan perilaku siswa ABK-ku. Baik berupa sikap maupun cemooh/kata-kata yang menyakitkan. Tapi semua itu aku terima dengan lapang dada. Masalah-masalah yang muncul dalam perjalanan, aku anggap sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawabku sebagai manajer Inklusif di sekolah kami. Meski kadang mebuatku kecewa atau sakit hati karenanya. Itu manusiawi karena memang aku hanya manusia biasa.

Dalam penyelenggaraan pendidikan Inklusif, siswa/i ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) ditempatkan sekelas dengan siswa/i reguler. Di tiap-tiap kelas reguler terdapat dua/tiga ABK. Dengan harapan dan tujuan agar siswa/i ABK dapat bersosialisasi dan berteman dengan anak-anak sebayanya dan tidak merasa diasingkan/dibedakan. Di kelas-kelas yang terdapat sisw/i ABK yang agak berat, seperti autis, ditempatkan guru pendamping Khusus (GPK) di samping guru pengajar utama di kelas tersebut.

Di antara masalah-masalah yang muncul, aku merasa terhibur oleh perkembangan-perkembangan yang tampak pada siswa ABK-ku. Di antaranya perkembangan dari salah satu siswa ABK-ku yang bernama ‘Mustofa’. Dia mulai masuk di SMP Negeri 5 Surabaya (sebagai sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif) pada tahun pelajaran 2011-2012. Ia lahir di Sampang, 3 Januari 1996. Awal masuk ke SMP Negeri 5 Surabaya, dia tidak bisa berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi menggunakan bahasa Madura yang masih medok. Kalau pun bisa memakai bahasa Jawa, memakai bahasa Jawa yang kasar. Di samping itu, ia tampak selalu ketakutan dan tidak percaya diri. Satu kata yang selalu diucapkan: “Mulih… Mulih…” [mulih(bahasa Jawa) = pulang], dengan raut wajah yang tampak cemas dan ketakutan. Tubuhnya pun suka gemetar dan keluar keringat dingin. Membacanya masih per suku kata, begitu pun dengan menulisnya. Harus didiktekan per suku kata. Namun pada bulan ketiga, ia sudah mulai bisa bersosialisasi dengan teman-temannya. Rasa percaya dirinya sudah mulai tumbuh. Yang terpenting lagi, sudah mulai betah di sekolah dan tidak minta pulang lagi sampai jam pelajaran usai.

Dalam kegiatan “Becerita dengan Alat Peraga” (materi pelajaran Bahasa Indonesia), dengan semangatnya mengajukan diri untuk tampil, meski dengan segala keterbatasan bahasa dan cara bercerita. Tapi bisa dilihat, betapa percaya dirinya dia tampil di depan teman-teman sekelasnya. Dalam pergaulan dengan teman-temannya pun, dia tampak begitu percaya diri. Bahkan sekarang dia sudah mulai berani menyatakan suka kepada teman perempuan yang cantik di kelasnya. Dan lucunya lagi, dia bisa membuat undangan pernikahan yang mencantumkan namanya dan nama teman cewek yang ditaksirnya, kemudian difotokopi di kios fotokopi yang berada di lingkungan sekolah. Ada-ada saja anakku yang satu ini… Tapi aku bersyukur, siswa/i regular setelah kami lakukan sosialisasi tentang pendidikan Inklusif dan tentang keberadaan ABK di sekolah kami, mereka semua pada care/peduli dan dapat menerima dengan tulus,  melebihi para guru yang bukan GPK (Guru Pendamping Khusus).

Siswa/i ABK yang kami asuh di SMP Negeri 5 Surabaya banyak mengalami perkembangan yang menggembirakan. Baik dalam segi perilaku maupun segi kompetensi yang diampunya.
Seperti halnya Mustofa,  siswa ABK (Autis) yang bernama “Kurnia Alif Saputra pun demikian. Ia lahir di kota Surabaya, 10 September 1997.
Pada saat pertama kali masuk ke SMPN 5 Surabaya (Juli 2011), perilaku dan emosinya tidak terkontrol dan tidak stabil. Kalau makan masih suka tumpah-tumpah, belepotan dan tidak mau merapikan kembali tempat makan dan botol minumnya. Kalau diajak berbicara, sama sekali tidak menghiraukan. Pandangan matanya tidak mau tertuju kepada orang yang mengajak berbicara. Dia suka asyik bermain sendiri, tidak mau didekati. Kalau didekati dia akan lari menjauh.

Alif (demikian panggilannya) mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh siswa reguler. Dia bisa menghapal ke-48 nama presiden Amerika Serikat, presiden dan wakil presiden Indonesia, warna bendera seluruh dunia dan jumlahnya, dan dapat menebak hari lahir dan pasaran seseorang dari tanggal lahirnya. Dia juga rajin shalat lima waktu dan mahir di bidang IT.

Setelah beberapa bulan kami bina dan dilakukan identifikasi oleh GPK (Guru Pendamping Khusus) dari tenaga edukasi yang berlatar belakang PLB (Pendidikan Luar Biasa), menghasilkan penjelasan sebagai berikut:

Perspektif Educatif
Kemampuan siswa dalam hal membaca cukup lancar meski dengan intonasi yang belum tepat (suara terkadang keras, terkadang pelan). Pemahaman terhadap isi bacaan baik.

Dalam hal imla dan menyusun kalimat menjadi sebuah paragraf sederhana baik, namun tulisan masih kurang rapi (ada penulisan huruf kapital yang kurang tepat, dan penulisan huruf yang kurang jelas misalnya “m, p dan g”). Siswa mampu memegang alat tulis dengan benar dan menulis dari kiri ke kanan dengan menggunakan tangan kanan, serta posisi kertas juga sejajar dengan posisi duduk, namun kepala cenderung menunduk.

Untuk kemampuan berhitung, dalam hal operasi hitung penjumlahan dan operasi hitung pengurangan dengan tehnik meminjam dan menyimpan sampai dengan bilangan ribuan baik dan cepat, begitu pula dengan operasi hitung perkalian dan pembagian namun dalam hal menyelesaikan soal cerita masih kurang hal ini disebabkan karena pemahaman yang terbatas dan ketelitian yang masih kurang. Sedangkan kemampuan menyebutkan konsep dasar <,=,> dan mengidentifikasi bangun datar dan bangun ruang baik akan tetapi pemahaman dan aplikasi dalam soal masih belum mampu.

Perspektif Psikologis
Dari hasil observasi yang dilakukan diketahui bahwa Alif memiliki motivasi, semangat dan percaya diri yang cukup untuk mengikuti aktivitas yang ada. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi namun dalam hal logika masih terbatas pada hal- hal yang praktis, sederhana dan nyata. Selain itu karakteristik gangguan yang menyertainya juga memengaruhi sikapnya sehari – hari seperti agresifitas dan perilaku lain yang cenderung mengganggu misal merampas makanan/minuman teman dan mengambil buku di perpustakaan.



Perspektif Wicara
Untuk area wicara, dapat disimpulkan bahwa anak mampu menjalin komunikasi baik dengan komunikasi satu arah maupun komunikasi 2 arah namun keluasan dalam penggunaan bahasa saat menjawab pertanyaan masih sangat terbatas dan sangat tergantung pada stimulus yang diberikan oleh lawan bicara. Begitu juga dalam pemahaman instruksi, anak mampu memahami dan melaksanakan instruksi yang disampaikan observer dengan baik walaupun dengan pengulangan.

Perspektif Okupasi
Dalam hal motorik kasar tidak mengalami kendala yang berarti. Namun dalam hal motorik halus dan atensi konsentrasi masih perlu banyak latihan.

Catatan
Anak membutuhkan bimbingan dan arahan terutama dalam hal pemahaman terhadap soal cerita agar anak lebih mudah dalam menyelesaikan soal hitungan yang terdapat pada mata pelajaran Matematika.

Dalam hal psikologis/perilaku, anak membutuhkan psikoterapi suportif (memberi dukungan dan motivasi) untuk berinteraksi sosial dengan teman-temannya di sekolah. Selain itu peningkatan atensi konsentrasi juga diperlukan agar anak dapat mengikuti pembelajaran di kelas dengan optimal.


Dari penjelasan dan catatan di atas, kami melakukan pembinaan dan terapi bina diri secara kontinu/berkelanjutan. Alhamdulillah, dia sudah mulai bisa diajak komunikasi. Baik dengan guru maupun dengan teman-teman sebayanya. Kalau makan sudah tidak tumpah-tumpah lagi, tidak blepotan dan tempat makan/minumnya kalau selesai makan dirapikan/dimasukkan kembali ke tasnya. Dia juga bisa berkomunikasi dengan baik. Meskipun sampai saat menjelang tahun ketiga, emosinya masih kurang stabil. Kadang masih ngambil makanan/minuman teman, kadang juga masih memukul temannya, yang dia anggap salah atau mengganggu ketenangan/kesenangannya. Namun demikian, jika aku panggil dan kutegur. Dia akan langsung mengakui kesalahannya dan meminta maafKami memang harus benar-benar ekstra hati-hati dalam pengawasan, terutama saat jam-jam istirahat. Para GPK harus sigap dalam mendampingi.

Dengan ketelatenan dan kasabaran kami dalam membimbingnya, Alif dapat tergali semua kompetensinya. Dia juga piawai memainkan keyboard. Sekarang dia sudah duduk di bangku SLTA, masuk SMKN IV jurusan Multimedia.

Semoga dengan kesabaran dan ketulusan kami dalam membina siswa/i ABK di SMP Negeri 5 Surabaya, suatu saat mereka akan benar-benar bisa menjadi anak yang baik, terarah, emosinya bisa stabil serta dapat mandiri dalam menggapai masa depan yang harus dijalani kelak, terutama saat telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Aamiin ....

----oo0oo----

#Sebarkan VIRUS HATI untuk bisa MELAYANI dengan HATI

#Salam Inklusi .... :)

0 komentar:

Posting Komentar